Jam 2 pagi, secangkir kopi beserta chat panjang lebar dengan supplier di WeChat—itulah kehidupan impor gue belakangan. Gue mulai dari modal nekat: lihat produk lucu di marketplace China, kepikiran “ini laku nih di Indonesia”, lalu tanpa malu-malu DM supplier. Dari situ perjalanan curhat impor dimulai. Di tulisan ini gue rangkum pengalaman plus tips praktis supaya lo gak tersesat di lautan MOQ, incoterms, dan mockup kemasan yang bikin deg-degan.
Cari supplier itu sabar, jangan buru-buru jadian
Pertama-tama, cari supplier itu mirip nyari gebetan: banyak pilihan, tapi jangan gampang terpikat sama kata-kata manis. Gunakan platform seperti Alibaba, Global Sources, atau platform lokal China dengan bantuan sourcing agent. Cek reputasi mereka: years in business, rating, foto pabrik, dan minta referensi klien. Selalu minta sampel sebelum komit besar—ya, bayar sedikit buat buktiin kualitas. Perhatikan juga MOQ (minimum order quantity) karena itu yang sering bikin modal meleset.
Oh iya, komunikasi itu kunci. Jangan cuma nanya “harga?” tapi jelasin spesifikasi, material, ukuran, warna, dan sertifikasi yang lo butuhin. Jika supplier lambat bales atau jawabannya ngawang, skip. Di dunia impor, waktu itu uang—dan hati juga, biar gak galau di akhir bulan.
Negosiasi bukan perang dingin — lebih kayak barter yang elegan
Negosiasi itu bukan soal menang-kalah, tapi bikin win-win. Biasanya gue mulai dari tanya harga EXW, FOB, CIF biar ngerti apa yang termasuk. Kalau lo baru pertama kali, minta terms yang lebih aman: trade assurance, letter of credit, atau pembayaran 30% deposit lalu 70% sebelum pengiriman. Jangan lupakan lead time: produksi bisa molor, apalagi pas peak season Chinese New Year—jadwal produksi bisa serasa slow motion.
Tips kecil: tawar jumlah atau minta diskon untuk pengemasan custom. Banyak supplier yang bisa bantu private label dengan sedikit biaya tambahan. Tapi jangan pelit buat inspeksi kualitas (pre-shipment inspection)—satu foto produk cacat bisa nyakitin hati dan nerem omzet.
Branding itu ibarat make-up, tapi buat barang
Ini bagian favorit gue: ubah barang yang “biasa” jadi punya personality. Branding itu bukan cuma logo di kardus—tapi pengalaman dari unboxing sampai garansi. Invest di desain kemasan, manual pakai yang clear, dan label yang sesuai aturan BPOM atau SNI kalau perlu. Ceritakan brand lo lewat kartu kecil, QR code yang link ke Instagram, atau bonus kecil yang bikin pelanggan repeat buy.
Kalau mau private label, diskusikan desain langsung sama supplier. Kadang mereka punya kemampuan printing atau molding yang bisa custom, tapi akan memakan waktu dan biaya setup. Pertimbangkan juga sertifikasi produk jika target market butuh jaminan keamanan—biar gak repot ketika ada komplain atau audit marketplace.
Jualan di e-commerce: foto cakep + copywriting ngena = jimat
Setelah barang ready, tantangan berikutnya adalah jualan. Lo bisa pilih dropship dulu buat testing market, atau impor dalam jumlah kecil untuk stok sendiri. Platform seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, atau bahkan Amazon punya aturan dan fee masing-masing. Yang pasti: foto produk harus kece, deskripsi jujur tapi persuasive, dan review harus dijaga.
Satu hal yang sering gue lupakan dulu: logistics dan bea cukai. Pilih freight forwarder yang jelas prosesnya, hitung estimasi biaya impor dan pajak supaya harga jual gak terlalu over. Kalau mau hemat ruang dan tetap cepat, pertimbangkan 3PL lokal untuk fulfillment. Btw, buat referensi supplier atau bantuan sourcing gue pernah nemu sumber oke di ajmchinamall, tinggal disesuaikan kebutuhan lo.
Curahan akhir: sabar itu modal nomor satu
Impor itu rollercoaster. Kadang dapet supplier cakep dan barang langsung laris, kadang juga ketemu masalah delayed shipping atau kualitas yang nggak konsisten. Yang penting: catat setiap proses, punya checklist quality control, dan jangan pelit komunikasi—baik sama supplier, forwarder, maupun pelanggan. Branding butuh waktu; konsistensi pelayanan dan kualitas itulah yang bikin brand lo bertahan.
Kalau lo lagi mulai impor: pelan aja, belajar dari setiap kegagalan kecil, dan rayakan setiap milestone—meskipun itu cuma satu box pertama yang nggak keleleran. Semoga curhat gue ini bantu lo yang lagi berjuang jadi importir + brand builder. Semangat dan jangan lupa save catatan biaya, biar modal nggak kabur entah ke mana!